Sabtu, 05 Maret 2016

ANTI INFLAMASI



A.    Pengertian inflamasi dan anti inflamasi
Inflamasi adalah respon dari suatu organisme terhadap pathogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi.  Radang  atau inflamasi adalah satu dari respon utama system kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Radang terjadi saat suatu mediator inflamasi (misal terdapat luka) terdeteksi oleh tubuh kita. Lalu permeabilitas sel di tempat tersebut meningkat diikuti keluarnya cairan ke tempat inflamasi maka terjadilah pembengkakan. Kemudian terjadi vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah perifer sehingga aliran darah dipacu ke tempat tersebut, akibatnya timbul warna merah dan terjadi migrasi sel-sel darah putih sebagai pasukan pertahanan tubuh kita. Inflamasi distimulasi oleh factor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di dalam system kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.
Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi). Gejala inflamasi dapat disertai dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Proses inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, meningkatnya permeabilitas vaskuler dan migrasi leukosit ke jaringan radang, dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Mediator yang dilepaskan antara lain histamin, bradikinin, leukotrin, prostaglandin dan PAF.
Radang sendiri dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Inflamasi non imunologis : tidak melibatkan system imun (tidak ada reaksi alergi) misalnya karena luka, cederafisik, dsb.
2. Inflamasi imunologis : Melibatkan system imun, terjadi reaksi antigen antibodi. Misalnya pada asma.
Prostaglandin merupakan mediator pada inflamasi yang menyebabkan kita merasa perih, nyeri, dan panas. Prostaglandin dapat menjadi salah satu donator penyebab nyeri kepala primer.
Di membrane sel terdapat phosphatidylcholine dan phosphatidylinositol.  Saat terjadi luka, membrane tersebut akan terkena dampaknya juga. Phosphatidylcholine dan phosphatidylinositol diubah menjadi asam arakidonat.  Asam arakidonat nantinya bercabang menjadi dua yaitu jalur siklooksigenasi (COX) dan jalur lipooksigenase.
Pada jalur COX ini terbentuk prostaglandin dan thromboxanes. Sedangkan pada jalur lipooksigenase terbentuk leukotriene.
1. Prostaglandin sebagai mediator inflamasi dan nyeri. Juga menyebabkan vasodilatasi dan edema (pembengkakan)
2.Thromboxane menyebabkan vasokonstriksi dan agregasi (penggumpalan) platelet
3. Leukotriene menyebabkan vasokontriksi, bronkokonstriksi.
Radang mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi:
1. Memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk meningkatkan performa makrofaga.
2. Menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi.
3. Mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.
Respon peradangan dapat dikenali dari rasa sakit, kulit lebam, demam, dll.
yang disebabkan karena terjadi perubahan pada pembuluh darah di area infeksi :
1. Pembesaran diameter pembuluh darah, disertai peningkatan aliran darah di daerah infeksi. Hal ini dapat menyebabkan kulit tampak lebam kemerahan dan penurunan tekanan darah terutama pada pembuluh kecil
2. Aktivasi molekul adhesi untuk merekatkan endothelia dengan pembuluh  darah
3. Kombinasi dari turunnya tekanan darah dan aktivasi molekul adhesi, akan memungkinkan sel darah putih bermigrasi ke endothelium dan masuk ke dalam jaringan. Proses ini dikenal sebagai ekstravasasi.
B.     Gejala-gejala terjadinya respons peradangan
1.    Kemerahan (Rubor)
  Kemerahan atau rubor hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteri yang mensuplai darah ke daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Pembuluh-pembuluh darah yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang dengan cepat dan terisi penuh oleh darah. Keadaan ini dinamakan hiperemia atau kongesti menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hiperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh melalui pengeluaran zat mediator seperti histamin.
2.    Panas (kalor)
  Panas atau kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan. Panas merupakan sifar reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh yakni kulit. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab darah dengan suhu 370C yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang terkena radang lebih banyak disalurkan daripada ke daerah normal.
3.    Rasa sakit (dolor)
  Rasa sakit atau dolor dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf, pengeluaran zat kimia tertentu misalnya mediator histamin atau pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dapat menimbulkan rasa sakit.
4.    Pembengkakan (tumor)
  Gejala yang paling menyolok dari peradangan akut adalah tumor atau pembengkakan. Hal ini terjadi akibat adanya peningkatan permeabilitas dinding kapiler serta pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan yang cedera. Pada peradangan, dinding kapiler tersebut menjadi lebih permeabel dan lebih mudah dilalui oleh leukosit dan protein terutama albumin yang diikuti oleh molekul yang lebih besar sehingga plasma jaringan mengandung lebih banyak protein daripada biasanya yang kemudian meninggalkan kapiler dan masuk ke dalam jaringan sehingga menyebabkan jaringan menjadi bengkak.
5.    Perubahan fungsi (fungsio laesa)
  Gangguan fungsi yang diketahui merupakan konsekuensi dari suatu proses radang. Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik yang dilakukan secara sadar ataupun secara reflek akan mengalami hambatan oleh rasa sakit, pembengkakan yang hebat secara fisik mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan.
C. Jenis-jenis radang
1. Radang akut
Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses radang akut, yaitu perubahan penampang dan struktural dari pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera.
2. Radang kronis
Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang (berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya dengan radang akut, radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis)
D. Terapi farmakologi dan non farmakologi
     a. Obat anti inflamasi non steroid
Obat anti inflamasi atau anti radang adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgesic (pereda nyeri) antipiretik (penurun panas) anti inflamasi (anti radang). Obat non steroid sering digunakan karena untuk mengurangi peradangan. Beberapa obat dibawah ini :
1.      Ibuprofen (Motrin)
Khasiat           : Untuk nyeri ringan sampai sedang
Cara kerja        : Menghambat rasa sakit akibat peradangan
Efek samping : Serangan jantung atau stroke bila digunakan jangka    panjang

2.      Naproxen (Anaprox)
Khasiat           : Untuk nyeri ringan sampai sedang
Cara kerja        : Mengurangi aktivitas siklooksigenase
Efek samping : Serangan jantung atau stroke, efek serius pada perut dan usus
3.      Aspirin
Khasiat           : Untuk mengatasi rasa sakit dan nyeri
Cara kerja        : Menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat enzim COX-2
Efek samping : Kejang pada pasien asma dan pendarahan internal
b. non farmakologi
Ø Jauhi makanan pedas dan berminyak
Ø Minum air putih yang cukup
Ø Makan makanan yang kandungan gizinya seimbang
E. Simplisia yang berkhasiat sebagai anti inflamasi
JAHE
Nama lain                    : Jahe
Nama tanaman asal     : Zingiber officinnale (Roscoe)
Keluarga                      : Zinciberaceae
Zat berkhasiat             : Pati, damar, oleo resin, gingerin dan minyak atsiri
Kegunaan                    : Stimulansia, diaforetika, karminativa dan anti inflamasi
Pemerian                     : Bau aromatic, rasa pedas
            TEMULAWAK
Nama lain                    : Temulawak / koneng gede
Nama tanaman asal       : Curcuma xanthorrhiza (roxb)
Keluarga                      : Zingiberaceae
Zat berkhasiat             : Minyak atsiri mengandung felandren,tumerol
Kegunaan                    : Anti peradangan, kolagoga, antispasmodika
Pemerian                     : Bau khas aromatic, rasa tajam dan pahit


            KENCUR
Nama lain                    : Kencur
Nama tanaman asal     : Kaempferia galangal(L)
Keluarga                      : Zinciberaceae
Zat berkhasiat             : Alkaloida, minyak atsiri
Kegunaan                    : Espektoransia, diaforetika, karminativa dan antiinflamasi




FARMAKOLOGI


A.  Definisi dan Pengertian :

Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya, kegiatan fisiologi, resorpsi, dan nasibnya dalam organisme hidup. Dan untuk menyelidiki semua interaksi antara obat dan tubuh manusia khususnya, serta penggunaannya pada pengobatan penyakit disebut farmakologi klinis. Ilmu khasiat obat ini mencakup beberapa bagian yaitu :

1. Farmakognosi, mempelajari pengetahuan dan pengenalan obat yang berasal dari tanaman dan zat – zat aktifmya, begitu pula yang berasal dari mineral dan hewan.
Pada zaman obat sintetis seperti sekarang ini, peranan ilmu farmakognosi sudah sangat berkurang. Namun pada dasawarsa terakhir peranannya sebagai sumber untuk obat – obat baru berdasarkan penggunaannya secara empiris telah menjadi semakin penting. Banyak phytoterapeutika baru telah mulai digunakan lagi (Yunani ; phyto = tanaman), misalnya tingtura echinaceae (penguat daya tangkis), ekstrak Ginkoa biloba (penguat memori), bawang putih (antikolesterol), tingtur hyperici (antidepresi) dan ekstrak feverfew (Chrysantemum parthenium) sebagai obat pencegah migrain.

2. Biofarmasi, meneliti pengaruh formulasi obat terhadap efek terapeutiknya. Dengan kata lain dalam bentuk sediaan apa obat harus dibuat agar menghasilkan efek yang optimal. Ketersediaan hayati obat dalam tubuh untuk diresorpsi dan untuk melakukan efeknya juga dipelajari (farmaceutical dan biological availability). Begitu pula kesetaraan terapeutis dari sediaan yang mengandung zat aktif sama (therapeutic equivalance). Ilmu bagian ini mulai berkembang pada akhir tahun 1950an dan erat hubungannya dengan farmakokinetika.

3. Farmakodinamika, mempelajari kegiatan obat terhadap organisme hidup terutama cara dan mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi, serta efek terapi yang ditimbulkannya. Singkatnya farmakodinamika mencakup semua efek yang dilakukan oleh obat terhadap tubuh.

4. Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek terapi obat barhubungan erat dengan efek toksisnya.
Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme. ( “Sola dosis facit venenum” : hanya dosis membuat racun racun, Paracelsus).

5. Farmakoterapi mempelajari penggunaan obat untuk mengobati penyakit atau gejalanya. Penggunaan ini berdasarkan atas pengetahuan tentang hubungan antara khasiat obat dan sifat fisiologi atau mikrobiologinya di satu pihak dan penyakit di pihak lain. Adakalanya berdasarkan pula atas pengalaman yang lama (dasar empiris). Phytoterapi menggunakan zat – zat dari tanaman untuk mengobati penyakit.

Obat – obat yang digunakan pada terapi dapat dibagi dalam tiga golongan besar sebagai berikut :

1. Obat farmakodinamis, yang bekerja terhadap tuan rumah dengan jalan mempercepat atau memperlambat proses fisiologi atau fungsi biokimia dalam tubuh, misalnya hormon, diuretika, hipnotika, dan obat otonom.

2. Obat kemoterapeutis, dapat membunuh parasit dan kuman di dalam tubuh tuan rumah. Hendaknya obat ini memiliki kegiatan farmakodinamika yang sekecil – kecilnya terhadap organisme tuan rumah berkhasiat membunuh sebesar – besarnya terhadap sebanyak mungkin parasit (cacing, protozoa) dan mikroorganisme (bakteri dan virus). Obat – obat neoplasma (onkolitika, sitostatika, obat – obat kanker) juga dianggap termasuk golongan ini.

3. Obat diagnostik merupakan obat pembantu untuk melakukan diagnosis (pengenalan penyakit), misalnya untuk mengenal penyakit pada saluran lambung-usus digunakan barium sulfat dan untuk saluran empedu digunakan natrium propanoat dan asam iod organik lainnya.

B. Cara – Cara Pemberian Obat
Di samping faktor formulasi, cara pemberian obat turut menentukan cepat lambatnya dan lengkap tidaknya resorpsi obat oleh tubuh. Tergantung dari efek yang diinginkan, yaitu efek sistemis (di seluruh tubuh) atau efek lokal (setempat), keadaan pasien dan sifat – sifat fisika-kimia obat.

1. Efek Sistemis
a. Oral
b. Oromukosal
c. Injeksi
d. Implantasi
e. Rektal
 f. Transdermal

2. Efek Lokal ( pemakaian setempat )
a. Kulit (percutan)
b. Inhalasi
c. Mukosa mata dan telinga
d. Intra vaginal
e. Intra nasal